Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan janganlah kamu campuradukkan kebenaran dengan kebathilan dan (janganlah) kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahuinya.” [Al-Baqarah: 42]
kutipan pertanyaan dari hamba Allah.
Assalaamu‘alaikum
Ustadz, saya ingin tanya bagaimana hukumnya berbohong untuk kebaikan?
Dan sekalain dalilnya. Terima Kasih Assalaamu‘alaikum
Jawaban:
Assalamu
‘alaikum Wr. Wb. Pada dasarnya Islam melarang seorang muslim untuk
berbohong. Bahkan berbohong dalam Islam dipandang sebagai salah satu
sifat kekufuran dan kemunafikan. Di dalam Al-Qur’an Alloh SWT berfirman: “Sesungguhnya
yang mengada-adakan kebohongan hanyalah mereka yang tidak mengimani
(mempercayai) tanda-tanda kekuasaan Alloh. Mereka adalah kaum pendusta.” (An-Nahl:
105) Rasulullah SAW pun menggolongkan mereka yang berdusta termasuk
orang-orang yang memiliki karekteristik kemunafikan. Beliau bersabda: “Empat
hal jika semuanya ada pada seseorang ia adalah munafik semurni-murninya
munafik. Jika satu di antara yang empat itu ada pada dirinya maka
padanya terdapat saru sifat kemunafikan hingga ia dapat membuangnya;
Jika berbicara ia berduta, jika diberi amanah ia khianat, jika berjanji
ia melanggar dan jika membantah ia berbohong.” (HR. Bukhori Muslim)
Dalil-dalil
di atas menunjukan dengan tegas bagaimana kecaman Islam terhadap
kebohongan dan orang-orang yang melakukannya. Namun demikian Rasulullah
SAW memberikan pengecualian terhadap tiga kebohongan yang boleh (mubah)
dilakukan oleh seorang muslim Dari Ummu Kultsum RA ia berkata:”Saya
tidak pernah mendengar Rasulullah SAW memberi kelonggaran berdusta
kecuali dalam tiga hal: Orang yang berbicara dengan maksud hendak
mendamaikan, orang yang berbicara bohong dalam peperangan dan dan suami
yang berbicara dengan istrinya serta istri yang berbicara dengan
suaminya (mengharapkan kebaikan dan keselamatan atau keharmonisan rumah
tangga)”. (HR. Muslim)
Tidak
mungkin dapat diterima jika orang yang hendak mendamaikan pihak-pihak
yang berselisih menyampaikan apa yang oleh satu pihak kepada pihak lain.
Itu pasti akan lebih mengobarkan api yang sedang menyala. Ia harus
berusaha meredakan suasana, jika perlu ia boleh menambah-nambah dengan
berbagai perkataan yang manis dan tidak menyebut cercaan atau umpatan
pihak yang satu terhadap pihak yang lain. Dalam suasana perang pun tidak
masuk akal jika orang memberi informasi kepada musuh, membuka rahasia
pasukannya sendiri, atau memberitahu musuh tentang informasi-informasi
yang mereka butuhkan. Rasulullah SAW bersabda: “Perang itu adalah tipu
daya” Demikian pula, tidak bijaksana jika seorang istri berkata terus
terang kepada suaminya tentang perasaan kasih sayangnya terhadap lelaki
lain sebelum pernikahannya dengan suami sekarang padahal perasaan itu
sendiri sudah hilang ditelan waktu. Atau pun suami mengkritik secara
terbuka makanan yang dengan susah payah dimasakan oleh istrinya bahwa
ini tidak enak lah, kurang anulah. Akan menjadi lebih baik jika suami
mengatakan makanan ini sangat lezat (meskipun pada kenyataannya memang
tidak) hanya saja mungkin perlu tambahan ini dan itu.
Wallahu a‘lam bishshowab. Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb.
artikel ini saya kutip dari situs http://mukzizatislam.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar