Selasa, 19 November 2013

Damarwulan dan Anjasmara

ASMARADANA
Laras pelog pathet barang

6  7    2  3  3  3  3   3
anjasmara arimami


3     5  6         6  6  65    6 7
mas mirah   kulaka    warta

3   2   7    6    7  2      32    7
dasihmu tan wurung layon

7  2      3   2   7    65 6    7
aning kutha prabalingga

6         5     6     3  2  32  76
prang tanding urubisma

 7  2  3  6   7     2     32  7
kariya mukti wong ayu

7      2     2    2    2   2  32  76
pun kakang pamit palastra


Artinya :

Anjasmara kekasihku
permata hati, carilah berita
kekasihmu tak urung mati juga
di Kota Prabalingga
perang tanding melawan Urubisma
hiduplah mulia wanita ayu
Kakang pamit meninggalkan dunia

Carita dibalik tembang:


"Damarwulan tersungkur, ditinggalkan oleh Menak Jingga yang tertawa terbahak-bahak, merasa telah mengalahkan musuhnya. Tubuhnya remuk, oleh Gada Wesi Kuning yang berulang-ulang dihantamkan oleh Menak Jingga.
Dalam setengah sadarnya, terlintas lagi bayangan dirinya yang sedang mengarit rumput untuk kuda-kuda pamannya, Patih Loh Gender, dan sepupu-sepupunya Layang Seta dan Layang Kumitir. Anjasmara, putri bungsu Patih Loh Gender menghampirinya dalam langkah yang anggun menerabas rumput setinggi lutut.
“Sebaiknya Tuan Putri masuk saja, jika Paduka Patih tahu, beliau akan murka”, kata Damarwulan saat itu.
Tapi sang Puti tersenyum dan berkata, “Rama tidak akan tahu, kecuali jika kalian melapor”
Dan dari situlah semuanya bermula.
Damarwulan sudah diwanti-wanti oleh ayahnya, untuk tidak perah mengungkapkan jati dirinya kepada siapa pun. Dia hanya diperintahkan untuk mengabdi kepada kerajaan, dalam bentuk apapun yang diperintahkan oleh Patih Loh Gender. Tak ada yang tahu bahwa Patih Loh Gender adalah pamannya, adik dari ayahnya. Tidak juga pamannya sendiri, dan juga sepupu-sepupunya, termasuk Anjasmara.
Bagi mereka Damarwulan tak lebih dari seorang pemuda desa yang ingin mengabdi kepada kerajaan, dan rela menjadi pekathik, mengurus kuda-kuda di Kepatihan. Tapi Anjasmara tak pernah peduli. Hampir setiap hari dia datang menemui Damarwulan, dan membiarkan benih cinta tumbuh di antara mereka, tanpa diketahui oleh siapa-siapa.
Panggilan ‘Tuan Putri’ pun hilang, berganti dengan ‘Dinda’, dan yang dipanggil demikian akan membalas dengan manja, ‘Kakang..’
Damarwulan merasakan sentuhan lembut kekasih hatinya mengusap bahunya yang luka. Dan terdengar suara lembutnya berkata, “Bertahanlah Kakang… jangan menyerah… demi aku…”
Laki-laki luka terpuruk, mengerang merasakan kehebatan sakit yang nyata karena siksa Menak Jingga, dan perih karena dia tak akan bisa kembali bertemu dengan pujaan hatinya.
Tiba-tiba bayangan Anjasmara menghilang, berganti gelap tak terdefinisikan.
“Dinda… Dinda Anjasmara.. datanglah cintaku, walau hanya bayanganmu…”
Damarwulan merasa tak sanggup lagi bertahan. Dia akan mati, dia akan mati meninggalkan dunia, meninggalkan ayahnya yang sedang bertapa, meninggalkan Anjasmara…. Dalam lemah yang bertambah parah, terlantun dari bibirnya tembang Asmaradana, berpamit kepada kekasihnya sampai akhir menutup mata."

"Sampai akhir nafaspun, tetap memberikan yang terbaik buat yang terkasih"


0 komentar:

Posting Komentar