Sabtu, 02 November 2013

Kebenaran yang tersalahkan

Kehidupan ini semakin hari semakin aneh, ada mencuri ayam dianiaya sampai babak belur, dipenjara bertahun,-tahun. ada lagi mencuri buah mangga tetangga, ehh... dipenjara berbulan-bulan.
Sedangkan para koruptor, eh... malah dibela sampai mati-matian, pokoknya jangan sampai ditahan/masuk penjara. Lain halnya dengan anak kasmaran, sudah jelas kita disakiti oleh pasangan kita, kita masih aja membelanya, sampai diri kita terlupakan kalau kita juga butuh bahagia. Lain Pacar, lain teman.. Ketika kita mencontek jawaban tes/ulangan, dan tidak boleh,,,.. eh,, malah mengatakan "hooo... dasar pelit".
Ketika kita mendapatkan nilai hasil belajar yang buruk... eehh,,malahmenyalahkan pengawas yang menjaga ruangan pada waktu tes berlangsung...
 Ketika kita berkata jujur,, eh... malah dituduh berbohong, sehingga orang berame-rame menginterogasi kita bahkan sampe menganiaya kita.
Ketika ada seorang berbuat jelek dan kita melihatnya,,, kita hanya diam,, seolah-olah mengiyakan hal tersebut.
 Apa yang salah dari semua ini????
Dimana Dosa Kita????
Apakah kita kurang ditanamkan jiwa tanggung jawab????
Atau kita telah menciptakan kebiasaan, kebudayaan tak punya malu????
Tidak berani apa adanya, membela uang, membela anak orang terpandang???
Kesalahan hanya milik orang kecil/muda/lugu/polos/lemah???? benarkah!!!!
Lupakah kita semua??? atau Celakalah kita semua???

Sikap yang harus kita tunjukkan bila kita bersalah adalah tidak membela orang yang salah. Hal ini karena akibat dari kesalahan akan menimpa orang yang melakukannya, karena itu biarlah orang yang bersalah merasakan akibatnya sehingga kita tidak perlu dan tidak boleh membela atau melindunginya. Ketika Rasulullah saw dilaporkan oleh para sahabat tentang adanya ketidakadilan, dimana bila orang-orang penting atau bangsawan yang bersalah tidak dihukum, tetapi ditutup-tutupi kesalahan itu bahkan mendapat perlindungan, mendengar hal itu Rasulullah saw menyatakan: “Andaikan anakku Fatimah mencuri, akan aku potong tangannya”.
Pernyataan Nabi di atas menunjukkan bahwa orang yang bersalah harus dihukum sesuai dengan tingkat kesalahannya sehingga tidak perlu dilindungi apalagi dibela, meskipun ia orang yang selama ini kita hormati seperti orang tua, guru, pemimpin atau pejabat atau ia adalah orang yang kita cintai seperti anak, teman dan sebagainya. Larangan ini ditegaskan oleh Allah swt karena jangan sampai orang yang bersalah akan melakukan kesalahan lagi pada kesempatan yang lain. Larangan membela orang yang salah tercermin pada firman Allah swt:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلاَ تَعَاوَنُوا عَلَى اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ
Tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa dan jangan tolong menolong dalam dosa dan permusuhan (QS Al Maidah [5]:2).

Semoga kita berlaku adil, tidak berpihak pada sesuatu hal yang akan merugikan diri kita sendiri dan orang lain. Amin

0 komentar:

Posting Komentar