Sholat adalah tiang agama ....
Sesungguhnya diantara hikmah dan rahmat Allah atas hambanya adalah
disyariatkannya At-tathowwu’
(ibadah tambahan). Dan dijadikan pada ibadah wajib
diiringi dengan adanya at-tathowwu’ dari jenis ibadah yang serupa. Hal itu
dikarenakan untuk melengkapi kekurangan yang terdapat pada ibadah wajib.
Dan sesungguhnya at-tathowwu’ di dalam ibadah sholat yang paling utama
adalah sunnah rawatib. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa
mengerjakannya dan tidak pernah sekalipun meninggalkannya dalam keadaan mukim
(tidak bepergian jauh).
Mengingat pentingnya ibadah ini, serta dikerjakannya secara berulang-ulang
sebagaimana sholat fardhu, sehingga saya (penulis) ingin menjelaskan sebagian
dari hukum-hukum sholat rawatib secara ringkas:
Keutamaan Sholat Rawatib
Ummu Habibah radiyallahu ‘anha telah meriwayatkan sebuah hadits tentang
keutamaan sholat sunnah rawatib, dia berkata: saya mendengar Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang sholat dua belas
rakaat pada siang dan malam, maka akan dibangunkan baginya rumah di surga”. Ummu
Habibah berkata: saya tidak pernah meninggalkan sholat sunnah rawatib semenjak
mendengar hadits tersebut. ‘Anbasah berkata: Maka saya tidak pernah
meninggalkannya setelah mendengar hadits tersebut dari Ummu Habibah. ‘Amru bin
Aus berkata: Saya tidak pernah meninggalkannya setelah mendengar hadits
tersebut dari ‘Ansabah. An-Nu’am bin Salim berkata: Saya tidak pernah
meninggalkannya setelah mendengar hadits tersebut dari ‘Amru bin Aus. (HR.
Muslim no. 728)
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha telah meriwayatkan sebuah hadits tentang sholat
sunnah rawatib sebelum (qobliyah) shubuh, dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam, beliau bersabda, “Dua rakaat sebelum shubuh lebih baik dari dunia dan
seisinya”. Dalam riwayat yang lain, “Dua raka’at sebelum shubuh lebih aku
cintai daripada dunia seisinya” (HR. Muslim no. 725)
Adapun sholat sunnah sebelum shubuh ini merupakan yang paling utama di
antara sholat sunnah rawatib dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak
pernah meninggalkannya baik ketika mukim (tidak berpegian) maupun dalam keadaan
safar.
Ummu Habibah radhiyallahu ‘anha telah meriwayatkan tentang keutamaan rawatib
dzuhur, dia berkata: saya mendengar rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Barangsiapa yang menjaga (sholat) empat rakaat sebelum dzuhur dan
empat rakaat sesudahnya, Allah haramkan baginya api neraka”. (HR. Ahmad 6/325,
Abu Dawud no. 1269, At-Tarmidzi no. 428, An-Nasa’i no. 1814, Ibnu Majah no.
1160)
Jumlah Sholat Sunnah Rawatib
Hadits Ummu Habibah di atas menjelaskan bahwa jumlah sholat rawatib ada 12
rakaat dan penjelasan hadits 12 rakaat ini diriwayatkan oleh At-Tarmidzi dan
An-Nasa’i, dari ‘Aisyah radiyallahu ‘anha, ia berkata: Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang tidak meninggalkan dua belas (12)
rakaat pada sholat sunnah rawatib, maka Allah akan bangunkan baginya rumah di
surga, (yaitu): empat rakaat sebelum dzuhur, dan dua rakaat sesudahnya, dan dua
rakaat sesudah maghrib, dan dua rakaat sesudah ‘isya, dan dua rakaat sebelum
subuh”. (HR. At-Tarmidzi no. 414, An-Nasa’i no. 1794)
Surat yang Dibaca pada Sholat Rawatib
Qobliyah Subuh
Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu, “Bahwasanya rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam pada sholat sunnah sebelum subuh membaca surat Al Kaafirun (قل
يا أيها الكافرون) dan surat Al Ikhlas (قل هو الله أحد).”
(HR. Muslim no. 726)
Dan dari Sa’id bin Yasar, bahwasannya Ibnu Abbas mengkhabarkan kepadanya:
“Sesungguhnya rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada sholat sunnah
sebelum subuh dirakaat pertamanya membaca: (قولوا آمنا بالله وما أنزل
إلينا) (QS. Al-Baqarah: 136), dan dirakaat keduanya membaca: (آمنا
بالله واشهد بأنا مسلمون) (QS. Ali Imron: 52). (HR. Muslim no. 727)
Surat yang Dibaca pada Sholat Rawatib
Ba’diyah Maghrib
Dari Ibnu Mas’ud radiyallahu ‘anha, dia berkata: Saya sering mendengar
Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau membaca surat pada
sholat sunnah sesudah maghrib:” surat Al Kafirun (قل يا أيها الكافرون)
dan surat Al Ikhlas (قل هو الله أحد). (HR. At-Tarmidzi no.
431, berkata Al-Albani: derajat hadits ini hasan shohih, Ibnu Majah no. 1166)
Apakah Sholat Rawatib 4 Rakaat Qobiyah
Dzuhur Dikerjakan dengan Sekali Salam atau Dua Kali Salam?
As-Syaikh Muhammad bin Utsaimin rahimahullah berkata: “Sunnah Rawatib
terdapat di dalamnya salam, seseorang yang sholat rawatib empat rakaat maka
dengan dua salam bukan satu salam, karena sesungguhnya nabi bersabda: “Sholat
(sunnah) di waktu malam dan siang dikerjakan dua rakaat salam dua rakaat
salam”. (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Al-Utsaimin 14/288)
Apakah Pada Sholat Ashar Terdapat Rawatib?
As-Syaikh Muammad bin Utsaimin rahimahullah berkata, “Tidak ada sunnah
rawatib sebelum dan sesudah sholat ashar, namun disunnahkan sholat mutlak
sebelum sholat ashar”. (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Al-Utsaimin 14/343)
Sholat Rawatib Qobliyah Jum’at
As-Syaikh Abdul ‘Azis bin Baz rahimahullah berkata: “Tidak ada sunnah
rawatib sebelum sholat jum’at berdasarkan pendapat yang terkuat di antara dua
pendapat ulama’. Akan tetapi disyari’atkan bagi kaum muslimin yang masuk masjid
agar mengerjakan sholat beberapa rakaat semampunya” (Majmu’ Fatawa As-Syaikh
Bin Baz 12/386&387)
Sholat Rawatib Ba’diyah Jum’at
Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Apabila seseorang di antara kalian mengerjakan sholat
jum’at, maka sholatlah sesudahnya empat rakaat”. (HR. Muslim no. 881)
As-Syaikh Bin Baz rahimahullah berkata, “Adapun sesudah sholat jum’at, maka
terdapat sunnah rawatib sekurang-kurangnya dua rakaat dan maksimum empat
rakaat” (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Bin Baz 13/387)
Sholat Rawatib Dalam Keadaan Safar
Ibnu Qayyim rahimahullah berkata, “Rasulullah shallallahu a’laihi wa sallam
didalam safar senantiasa mengerjakan sholat sunnah rawatib sebelum shubuh dan
sholat sunnah witir dikarenakan dua sholat sunnah ini merupakan yang paling
utama di antara sholat sunnah, dan tidak ada riwayat bahwasannya rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan sholat sunnah selain keduanya”.
(Zaadul Ma’ad 1/315)
As-Syaikh Bin Baz rahimahullah berkata: “Disyariatkan ketika safar
meninggalkan sholat rawatib kecuali sholat witir dan rawatib sebelum subuh”.
(Majmu’ fatawa 11/390)
Tempat Mengerjakan Sholat Rawatib
Dari Ibnu Umar radiyallahu ‘anhuma berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Lakukanlah di rumah-rumah kalian dari sholat-sholat dan
jangan jadikan rumah kalian bagai kuburan”. (HR. Bukhori no. 1187, Muslim no.
777)
As-Syaikh Muhammad bin Utsaimin rahimahullah berkata: “Sudah seyogyanya bagi
seseorang untuk mengerjakan sholat rawatib di rumahnya…. meskipun di Mekkah dan
Madinah sekalipun maka lebih utama dikerjakan dirumah dari pada di masjid
Al-Haram maupun masjid An-Nabawi; karena saat nabi shallallahu a’alihi wasallam
bersabda sementara beliau berada di Madinah….. Ironisnya manusia sekarang lebih
mengutamakan melakukan sholat sunnah rawatib di masjidil haram, dan ini
termasuk bagian dari kebodohan”. (Syarh Riyadhus Sholihin 3/295)
Waktu Mengerjakan Sholat Rawatib
Ibnu Qudamah berkata: “Setiap sunnah rawatib qobliyah maka waktunya dimulai
dari masuknya waktu sholat fardhu hingga sholat fardhu dikerjakan, dan sholat
rawatib ba’diyah maka waktunya dimulai dari selesainya sholat fardhu hingga
berakhirnya waktu sholat fardhu tersebut “. (Al-Mughni 2/544)
Mengganti (mengqodho’) Sholat Rawatib
Dari Anas radiyallahu ‘anhu dari rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Barangsiapa yang lupa akan sholatnya maka sholatlah ketika dia ingat,
tidak ada tebusan kecuali hal itu”. (HR. Bukhori no. 597, Muslim no. 680)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Dan hadits ini meliputi
sholat fardhu, sholat malam, witir, dan sunnah rawatib”. (Majmu’ Fatawa Ibnu
Taimiyah 23/90)
Mengqodho’ Sholat Rawatib Di Waktu yang
Terlarang
Ibnu Qoyyim berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengqodho’
sholat ba’diyah dzuhur setelah ashar, dan terkadang melakukannya terus-menerus,
karena apabila beliau melakukan amalan selalu melanggengkannya. Hukum
mengqodho’ diwaktu-waktu terlarang bersifat umum bagi nabi dan umatnya, adapun
dilakukan terus-menerus pada waktu terlarang merupakan kekhususan nabi”.
(Zaadul Ma’ad 1/308)
Waktu Mengqodho’ Sholat Rawatib Sebelum
Subuh
Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu berkata, rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Barangsiapa yang belum mengerjakan dua rakaat sebelum
sholat subuh, maka sholatlah setelah matahari terbit”. (At-Tirmdzi 423, dan
dishahihkan oleh Al-albani)
Dan dari Muhammad bin Ibrahim dari kakeknya Qois, berkata: Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam keluar rumah mendatangi sholat kemudian qomat
ditegakkan dan sholat subuh dikerjakan hingga selesai, kemudian nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam berpaling menghadap ma’mum, maka beliau mendapati
saya sedang mengerjakan sholat, lalu bersabda: “Sebentar wahai Qois apakah ada
sholat subuh dua kali?”. Maka saya berkata: Wahai rasulullah sungguh saya belum
mengerjakan sholat sebelum subuh, rasulullah bersabda: “Maka tidak mengapa”.
(HR. At-Tirmidzi). Adapun pada Abu Dawud dengan lafadz: “Maka rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam diam (terhadap yang dilakukan Qois)”. (HR.
At-tirmidzi no. 422, Abu Dawud no. 1267, dan Al-Albani menshahihkannya)
As-Syaikh Muhammad bin Ibrahim rahimahullah berkata: “Barangsiapa yang masuk
masjid mendapatkan jama’ah sedang sholat subuh, maka sholatlah bersama mereka.
Baginya dapat mengerjakan sholat dua rakaat sebelum subuh setelah selesai
sholat subuh, tetapi yang lebih utama adalah mengakhirkan sampai matahari naik
setinggi tombak” (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Muammad bin Ibrahim 2/259 dan 260)
Jika Sholat Subuh Bersama Jama’ah
Terlewatkan, Apakah Mengerjakan Sholat Rawatib Terlebih Dahulu atau Sholat
Subuh?
As-Syaikh Muhammad bin Utsaimin rahimahullah berkata: “Sholat rawatib
didahulukan atas sholat fardhu (subuh), karena sholat rawatib qobliyah subuh
itu sebelum sholat subuh, meskipun orang-orang telah keluar selesai sholat
berjama’ah dari masjid” (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Muhammad bin Shalih
Al-Utsatimin 14/298)
Pengurutan Ketika Mengqodho’
As-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata: “Apabila didalam sholat itu
terdapat rawatib qobliyah dan ba’diyah, dan sholat rawatib qobliyahnya
terlewatkan, maka yang dikerjakan lebih dahulu adalah ba’diyah kemudian qobliyah,
contoh: Seseorang masuk masjid yang belum mengerjakan sholat rawatib qobliyah
mendapati imam sedang mengerjakan sholat dzuhur, maka apabila sholat dzuhur
telah selesai, yang pertamakali dikerjakan adalah sholat rawatib ba’diyah dua
rakaat, kemudian empat rakaat qobliyah”. (Syarh Riyadhus Sholihin, 3/283)
Mengqodho’ Sholat Rawatib yang Banyak
Terlewatkan
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Diperbolehkan mengqodho’
sholat rawatib dan selainnya, karena merupakan sholat sunnah yang sangat
dianjurkan (muakkadah)… kemudian jika sholat yang terlewatkan sangat banyak,
maka yang utama adalah mencukupkan diri mengerjakan yang wajib (fardhu), karena
mendahulukan untuk menghilangkan dosa adalah perkara yang utama, sebagaimana
“Ketika rasulullah mengerjakan empat sholat fardhu yang tertinggal pada perang
Khondaq, beliau mengqodho’nya secara berturut-turut”. Dan tidak ada riwayat
bahwasannya rasulullah mengerjakan sholat rawatib diantara sholat-sholat fardhu
tersebut.…. Dan jika hanya satu atau dua sholat yang terlewatkan, maka yang
utama adalah mengerjakan semuanya sebagaimana perbuatan nabi shallallahu
‘alaihi wasallam pada saat sholat subuh terlewatkan, maka beliau mengqodho’nya
bersama sholat rawatib”. (Syarh Al-’Umdah, hal. 238)
Menggabungkan Sholat-sholat Rawatib,
Tahiyatul Masjid, dan Sunnah Wudhu’
As-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata: “Apabila seseorang
masuk masjid diwaktu sholat rawatib, maka ia bisa mengerjakan sholat dua rakaat
dengan niat sholat rawatib dan tahiyatul masjid, dengan demikian tertunailah
dengan mendapatkan keutamaan keduanya. Dan demikian juga sholat sunnah wudhu’
bisa digabungkan dengan keduanya (sholat rawatib dan tahiyatul masjid), atau
digabungkan dengan salah satu dari keduanya”. (Al-Qawaid Wal-Ushul Al-Jami’ah,
hal. 75)
Menggabungkan Sholat Sebelum Subuh dan
Sholat Duha Pada Waktu Duha
As-Syaikh Muhammad Bin Utsaimin rahimahullah berkata: “Seseorang yang sholat
qobliyah subuhnya terlewatkan sampai matahari terbit, dan waktu sholat dhuha
tiba. Maka pada keadaan ini, sholat rawatib subuh tidak terhitung sebagai
sholat dhuha, dan sholat dhuha juga tidak terhitung sebagai sholat rawatib
subuh, dan tidak boleh juga menggabungkan keduanya dalam satu niat. Karena
sholat dhuha itu tersendiri dan sholat rawatib subuh pun juga demikian,
sehingga tidaklah salah satu dari keduanya terhitung (dianggap) sebagai yang
lainnya. (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, 20/13)
Menggabungkan Sholat Rawatib dengan Sholat
Istikhorah
Dari Jabir bin Abdullah radiyallahu ‘anhuma berkata: “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam mengajarkan kami sholat istikhorah ketika menghadapi
permasalahan sebagaimana mengajarkan kami surat-surat dari Al-Qur’an”, kemudian
beliau bersabda: “Apabila seseorang dari kalian mendapatkan permasalahan, maka
sholatlah dua rakaat dari selain sholat fardhu…” (HR. Bukhori no. 1166)
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata: “Jika seseorang berniat sholat
rawatib tertentu digabungkan dengan sholat istikhorah maka terhitung sebagai
pahala (boleh), tetapi berbeda jika tidak diniatkan”. (Fathul Bari 11/189)
Sholat Rawatib Ketika Iqomah Sholat Fardhu
Telah Dikumandangkan
Dari Abu Huroiroh radiyallahu ‘anhu, dari nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Apabila iqomah sholat telah ditegakkan maka tidak ada sholat kecuali
sholat fardhu”. (HR. Muslim bi As-syarh An-Nawawi 5/222)
An-Nawawi berkata: “Hadits ini terdapat larangan yang jelas dari mengerjakan
sholat sunnah setelah iqomah sholat dikumandangkan sekalipun sholat rawatib seperti
rawatib subuh, dzuhur, ashar dan selainnya” (Al-Majmu’ 3/378)
Memutus Sholat Rawatib Ketika Sholat Fardhu
ditegakkan
As-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata: “Apabila sholat telah
ditegakkan dan ada sebagian jama’ah sedang melaksanakan sholat tahiyatul masjid
atau sholat rawatib, maka disyari’atkan baginya untuk memutus sholatnya dan
mempersiapkan diri untuk melaksanakan sholat fardhu, berdasarkan sabda nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam: “Apabila iqomah sholat telah ditegakkan maka tidak
ada sholat kecuali sholat fardhu..”, akantetapi seandainya sholat telah
ditegakkan dan seseorang sedang berada pada posisi rukuk dirakaat yang kedua,
maka tidak ada halangan bagi dia untuk menyelesaikan sholatnya. Karena
sholatnya segera berakhir pada saat sholat fardhu baru terlaksana kurang dari
satu rakaat”. (Majmu’ Fatawa 11/392 dan 393)
Apabila Mengetahui Sholat Fardhu Akan Segera
Ditegakkan, Apakah Disyari’atkan Mengerjakan Sholat Rawatib?
As-Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Sudah seharusnya (mengenai hal
ini) dikatakan: “Sesungguhnya tidak dianjurkan mengerjakan sholat rawatib
diatas keyakinan yang kuat bahwasannya sholat fardhu akan terlewatkan dengan
mengerjakannya. Bahkan meninggalkannya (sholat rawatib) karena mengetahui akan
ditegakkan sholat bersama imam dan menjawab adzan (iqomah) adalah perkara yang
disyari’atkan. Karena menjaga sholat fardhu dengan waktu-waktunya lebih utama
daripada sholat sunnah rawatib yang bisa dimungkinkan untuk diqodho’”. (Syarh
Al-’Umdah, hal. 609)
Mengangkat Kedua Tangan Untuk Berdo’a
Setelah Menunaikan Sholat Rawatib
As-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata: “Sholat Rawatib: Saya
tidak mengetahui adanya larangan dari mengangkat kedua tangan setelah
mengerjakannya untuk berdo’a, dikarenakan beramal dengan keumuman dalil (akan
disyari’atkan mengangkat tangan ketika berdo’a). Akan tetapi lebih utama untuk
tidak melakukannya terus-menerus dalam hal itu (mengangkat tangan), karena
tidaklah ada riwayat yang menyebutkan bahwa nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
mengerjakan demikian, seandainya beliau melakukannya setiap selesai sholat
rawatib pasti akan ada riwayat yang dinisbahkan kepada beliau. Padahal para
sahabat meriwayatkan seluruh perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan
rasulullah baik ketika safar maupun tidak. Bahkan seluruh kehidupan rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat radiyallahu ‘anhum tersampaikan”.
(Arkanul Islam, hal. 171)
Kapan Sholat Rawatib Ketika Sholat Fardhu
DiJama’?
Imam Nawawi rahimahullah berkata: “Sholat rawatib dikerjakan setelah kedua
sholat fardhu dijama’ dan tidak boleh dilakukan di antara keduanya. Dan
demikian juga sholat rawatib qobliyah dzuhur dikerjakan sebelum kedua sholat
fardhu dijama’”. (Shahih Muslim Bi Syarh An-Nawawi, 9/31)
Apakah Mengerjakan Sholat Rawatib Atau
Mendengarkan Nasihat?
Dewan Tetap untuk Penelitian Ilmiyah dan Fatwa Saudi: “Disyariatkan bagi
kaum muslimin jika mendapatkan nasihat (kultum) setelah sholat fardhu hendaknya
mendengarkannya, kemudian setelahnya ia mengerjakan sholat rawatib seperti
ba’diyah dzuhur, maghbrib dan ‘isya” (Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah LilBuhuts
Al-’Alamiyah Wal-Ifta’, 7/234)
Mendahulukan Menyempurnakan Dzikir-dzikir
setelah Sholat Fardhu Sebelum Menunaikan Sholat Rawatib
As-Syaikh Abdullah bin Jibrin rahimahullah ditanya: “Apabila saya
mengerjakan sholat jenazah setelah maghrib, apakah saya langsung mengerjakan
sholat rawatib setelah selesai sholat jenazah ataukah menyempurnakan
dzikir-dzikir kemudian sholat rawatib?
Jawaban beliau rahimahullah: “Yang lebih utama adalah duduk untuk
menyempurnakan dzikir-dzikir kemudian menunaikan sholat rawatib. Maka perkara
ini disyariatkan baik ada atau tidaknya sholat jenazah. Maka dzikir-dzikir yang
ada setelah sholat fardhu merupakan sunnah yang selayaknya untuk dijaga dan
tidak sepantasnya ditinggalkan. Maka jika anda memutus dzikir tersebut karena
menunaikan sholat jenazah, maka setelah itu hendaknya menyempurnakan dzikirnya
ditempat anda berada, kemudian mengerjakan sholat rawatib yaitu sholat
ba’diyah. Hal ini mencakup rawatib ba’diyah dzuhur, maghrib maupun ‘isya dengan
mengakhirkan sholat rawatib setelah berdzikir”. (Al-Qoul Al-Mubin fii Ma’rifati
Ma Yahummu Al-Mushollin, hal. 471)
Tersibukkan Dengan Memuliakan Tamu Dari
Meninggalkan Sholat Rawatib
As-Syaikh Muhammad bin Utsaimin rahimahullah berkata: “Pada dasarnya
seseorang terkadang mengerjakan amal yang kurang afdhol (utama) kemudian
melakukan yang lebih afdhol (yang semestinya didahulukan) dengan adanya sebab.
Maka seandainya seseorang tersibukkan dengan memuliakan tamu di saat adanya
sholat rawatib, maka memuliakan tamu didahulukan daripada mengerjakan sholat
rawatib”. (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin 16/176)
Sholatnya Seorang Pekerja Setelah Sholat
Fardhu dengan Rawatib Maupun Sholat Sunnah lainnya.
As-Syaikh Muhammad bin Utsaimin rahimahullah berkata: “Adapun sholat sunnah
setelah sholat fardhu yang bukan rawatib maka tidak boleh. Karena waktu yang
digunakan saat itu merupakan bagian dari waktu kerja semisal aqad menyewa dan
pekerjaan lain. Adapun melakukan sholat rawatib (ba’da sholat fardhu), maka
tidak mengapa. Karena itu merupakan hal yang biasa dilakukan dan masih
dimaklumi (dibolehkan) oleh atasannya.
Apakah Meninggalkan Sholat Rawatib Termasuk
Bentuk Kefasikan?
As-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata: “Perkataan sebagian
ulama’: (Sesungguhnya meninggalkan sholat rawatib termasuk fasiq), merupakan
perkataan yang kurang baik, bahkan tidak benar. Karena sholat rawatib itu
adalah nafilah (sunnah). Maka barangsiapa yang menjaga sholat fardhu dan
meninggalkan maksiat tidaklah dikatakan fasik bahkan dia adalah seorang mukmin
yang baik lagi adil. Dan demikian juga sebagian perkataan Fuqoha’: (Sesungguhnya
menjaga sholat rawatib merupakan bagian dari syarat adil dalam persaksian),
maka ini adalah perkataan yang lemah. Karena setiap orang yang menjaga sholat
fardhu dan meninggalkan maksiat maka ia adalah orang yang adil lagi tsiqoh.
Akantetapi dari sifat seorang mukmin yang sempurna selayaknya bersegera
(bersemangat) untuk mengerjakan sholat rawatib dan perkara-perkara baik lainnya
yang sangat banyak dan berlomba-lomba untuk mengerjakannya”. (Majmu’ Fatawa
11/382)
Artikel www.muslim.or.id
Minggu, 02 Februari 2014
12 Sholat Rawatib untuk rumah di surga
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar