Tangan ini mendadak lemas...
Tubuh ini serasa gemetar...
Ketika kutemukan, kubaca, kuresapi, dan kupahami...
"pemarah"
Ku takut akan teguran Illahi...
Kan kutata diri ini, keluarga ini demi keselamatan dihadapan Illahi..
Semoga hari esok datang lagi...
- PEMARAH
"(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan." [Q.S. Ali ‘Imran (3): 134]
عن أبي هريرة t
أن رسول الله r
قال: «ليس الشديد بالصرعة, إنما الشديد الذي يملك نفسه عند الغضبِ» [ رواه البخاري ومسلم ]
Maksudnya ialah kuat dalam
mengalahkan lawannya, dan yang di maksud di dalam hadits ini bukanlah pujian
padanya, walaupun ada sisi pujiannya kalau berada pada tempatnya.
Akan tetapi yang di maksud adalah
dia bisa menguasai jiwanya di saat dia sanggat marah, dan bisa berhias dengan
sifat lembut dan pemaaf.
Dan hadits ini juga menunjukan atas
terpujinya sifat lemah lembut dan tercelanya sifat pemarah, karena hal itu bisa
mengantarkan seseorang kepada kebinasaan. Dan dalam sebuah riwayat dikisahkan
ada seorang laki-laki yang datang kepada Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam,
lalu meminta wasiat. Maka beliau bersabda: "Jangan marah". Orang
tersebut mengulanginya berkali-kali, dan beliau tetap bersabda: "Jangan
marah". HR Bukhari.
Kata marah berasal dari kata:
ghadlaba-yaghdlubu, artinya "marah".
al-ghadlbu dalam bentuk isim berarti lembu, singa, al-ghadlbu berarti "kemarahan".
Sedangkan al-ghudluub artinya ular yang jahat.
Al-Ghadhab ialah "Perubahan yg terjadi ketika mendidihnya darah di dalam hati untuk meraih kepuasan, apa yang ada di dalam dada ".
Sebagaimana juga ada sebuah riwayat yang
mengatakan: "Bahwa seorang muslim yang bersikap lemah lembut akan
mendapatkan derajatnya seperti orang yang selalu berpuasa di siang hari dan
shalat di malam hari". al-ghadlbu dalam bentuk isim berarti lembu, singa, al-ghadlbu berarti "kemarahan".
Sedangkan al-ghudluub artinya ular yang jahat.
Al-Ghadhab ialah "Perubahan yg terjadi ketika mendidihnya darah di dalam hati untuk meraih kepuasan, apa yang ada di dalam dada ".
- WANITA/ISTRI PEMARAH
Sebagai manusia, wanita memang bisa
kesal dan Marah baik itu disebabkan suami ataupun hal-hal
lainnya. Namun sebagai istri, wanita juga dituntut untuk menjaga sikap di
hadapan suaminya. Ia harus mengontrol emosinya agar tidak tumpah. Namun
alih-alih meredam emosinya, tak sedikit istri yang justru menjadikan suami
sebagai pelampiasan kemarahan, bahkan sampai pada taraf mencacinya.
Seorang suami adalah sayyid atau
tuan bagi istrinya, sebagaimana tersebut dalam firman Allah k:
“Dan keduanya (Yusuf dan istri Al
Aziz) mendapati sayyid (tuan/suami) si wanita di depan pintu…” (Yusuf: 25)
Karena suami sebagai tuan maka
kedudukannya demikian agung bagi istrinya sebagaimana agungnya sang tuan bagi
budak sahayanya. Tidak heran bila Rasul n yang mulia n sampai bertitah:
لاَ يَصْلُحُ لِبَشَرٍ أَنْ يَسْجُدَ
لِبَشَرٍ، وَلَوْ صَلَحَ لِبَشَرٍ أَنْ يَسْجُدَ لِبَشَرٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ
أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا مِنْ عَظَمِ حَقِّهِ عَلَيْهَا، وَالَّذِي نَفْسِيْ
بِيَدِهِ لَوْ كَانَ مِنْ قَدَمِهِ إِلَى مَفْرَقِ رَأْسِهِ قَرْحَةٌ تَجْرِي
بِالْقَيْحِ وَالصَّدِيْدِ، ثُمَّ اسْتَقْبَلَتْهُ فَلَحِسَتْهُ مَا أَدَّّتْ
حَقَّهُ
“Tidaklah pantas bagi seorang manusia
untuk sujud kepada manusia yang lain. Seandainya pantas/boleh bagi seseorang
untuk sujud kepada seorang yang lain niscaya aku perintahkan istri untuk sujud
kepada suaminya dikarenakan besarnya hak suaminya terhadapnya. Demi Dzat yang
jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya pada telapak kaki sampai belahan rambut
suaminya ada luka/borok yang mengucurkan nanah bercampur darah, kemudian si
istri menghadap suaminya lalu menjilati luka/borok tersebut niscaya ia belum
purna menunaikan hak suaminya.” (HR. Ahmad 3/159 dari Anas bin Malik z,
dishahihkan Al-Haitsami 4/9, Al-Mundziri 3/55, dan Abu Nu’aim dalam Ad-Dala’il,
137. Lihat catatan kaki Musnad Al-Imam Ahmad 10/513, Darul Hadits, Al-Qahirah).
Abu Umamah z menyampaikan hadits
Rasulullah :
ثَلاَثَةٌ لاَ تُجَاوِزُ صَلاَتُهُمْ
آذَانَهُمْ: الْعَبْدُ الْآبِقُ حَتىَّ يَرْجِعَ وَامْرَأَةٌ بَاتَتْ وَزَوْجُهَا
عَلَيْهَا سَاخِطٌ، وَإِمَامُ قَوْمٍ وَهُمْ لَهُ كَارِهُوْنَ
“Ada tiga golongan yang shalat
mereka tidak melewati telinga-telinga mereka3, yaitu budak yang melarikan diri
dari tuannya sampai ia kembali kepada tuannya, istri yang bermalam dalam
keadaan suaminya marah terhadapnya, dan seseorang yang mengimami suatu kaum
dalam keadaan mereka tidak suka kepadanya.” (HR. At-Tirmidzi no. 360,
dihasankan Al-Imam Al-Albani t dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi, Al-Misykat no.
1122, Shahihul Jami’ no. 3057)
Ibnu Umar c berkata dari Nabi :
اثْنَانِ لاَ تُجَاوِزُ صَلاَتُهُمَا
رُؤُوْسَهُمَا: عَبْدٌ آبِقٌ مِنْ مَوَالِيْهِ حَتىَّ يَرْجِعَ، وَامْرَأَة
ٌعَصَتْ زَوْجَهَا حَتَّى تَرْجِعَ
“Ada dua golongan yang shalat mereka
tidak melewati kepala-kepala mereka, yaitu budak yang melarikan diri dari
tuannya sampai ia kembali kepada tuannya dan istri yang durhaka kepada suaminya
hingga ia kembali taat.” (HR.Al Hakim dalam Al-Mustadrak
4/191, Ath-Thabarani dalam Al-Ausath no. 3628 dan Ash-Shaghir no. 478,
dishahihkan Al-Imam Al-Albani t dalam Shahihul Jami’ no. 136 dan Ash-Shahihah
no. 288 )
Doa kejelekan berupa laknat para
malaikat yang doa mereka mustajab pun dapat dituai seorang istri yang membuat
marah suaminya, sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Hurairah z dari
Rasulullah n:
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ
إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ أَنْ تَجِيْئَ، فَبَاتَ غَضْبَان عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا
الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
“Apabila seorang suami memanggil
istrinya ke tempat tidurnya, namun si istri menolak untuk datang. Lantas si
suami bermalam dalam keadaan marah kepada istrinya tersebut, niscaya para
malaikat melaknat si istri sampai ia berada di pagi hari.” (HR. Al-Bukhari no.
5193)
Karenanya, janganlah para istri suka
membuat marah suaminya. Tetapi carilah keridhaannya dalam kebaikan. Karena
seperti kata Rasulullah n:
فَانْظُرِيْ أَيْنَ أَنْتِ مِنْهُ،
فَإنَّمَا هُوَ جَنَّتُكِ وَنارُكِ
“Lihatlah di mana keberadaanmu dalam
pergaulanmu dengan suamimu, karena dia adalah surga dan nerakamu.”4
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
Oleh itulah, menahan perasaan marah adalah satu perkara yang amat disanjung oleh Allah SWT. Allah SWT telah berfirman, maksudnya,“ Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari-Mu dan kepada syurga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang–orang yang bertaqwa. Ia itu orang–orang yang menafkahkan hartanya, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang–orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain. Allah SWT amat menyukai orang–orang yang berbuat kebaikan ”. Ali Imran ayat 133-134
Jelasnya, ayat ini menunjukkan kepada kita bahwa di antara manusia yang bakal menghuni syurga ialah mereka yang dapat mengawal dan menahan kemarahan. Sebab itulah, para ulama telah menyatakan bahawa mahkota seorang lelaki terletak kepada sifat sabar. Maknanya kalau seseorang lelaki itu hilang sifat sabar, lalu melenting dan menghina seorang lain, hilanglah maruahnya sebagai seorang lalaki. Sifat pemarah juga boleh memperbanyakkan permusuhan dan menghalang keruntuhan serta perpaduan masyarakat.
Oleh sebab yang demikian, apabila timbul perasaan marah, segeralah berwuduk dan bersembahyang sunat 2 rakat, mohon pertunjuk dan pimpinan Allah SWT agar diredakan marah tersebut. Dalam hal ini, Rasulullah SAW telah bersabda, maksudnya, “Barangsiapa yang dapat menahan marah ketika ia boleh meneruskannya, niscaya ditetapkan oleh Allah SWT hatinya pada hari kiamat dengan sentosa dan aman serta penuh keimanan”.
0 komentar:
Posting Komentar